• aida: Januari 2011

    Kamis, 20 Januari 2011

    Sebuah Hikmah: Hilangnya Sahabatku, Hilangnya Sepeda Kami

    Hilangnya sahabatku sepertinya ingin menunjukkan banyak hikmah yang mungkin selama ini saya terlalu acuh melihatnya, yaitu sepeda itu telah menjadi sepeda kami, bukan lagi sepedaku.
    Sepeda kami, karena sejak beberapa menit setelah sepeda itu raib, disaat orang terlelap dalam tidurnya, tetangga kanan kiri beserta wakil RT dengan suka rela menggedor pintu kos saya untuk memastikan apakah sepeda saya baik-baik saja, ada saksi mata yang melihat sepeda dengan fender (slebor) berisiknya dibawa pergi orang tak dikenal.
    Sepeda kami, karena pemuda kampung mencoba mengejar sepeda saya, walaupun akhirnya tidak mendapatkan hasil, selain barang bukti sepeda BMX dan sandal jepit pelaku
    Sepeda kami, karena tetangga Madura saya dengan naluri keibuannya mendatangi kos dengan petuah-petuahnya, agar saya lebih berhati-hati, agar saya berbesar hati dan ada baiknya saya meminta bantuan ‘orang pintar’ sambil membawa barang bukti, “dicoba saja nak, siapa tahu masih rejeki, eman-eman kan harga sepeda juga lumayan, nyari uang juga susah!”.
    Sepeda kami, karena anak tetangga saya dipagi hari tidak akan mengajaknya lagi untuk membeli rawon atau soto sebagai menu sarapan di pagi hari
    Sepeda kami, karena teman kos saya lebih sedih dibandingakn saya, karena dia yang terakhir memakainya untuk mengajar mengaji Ibu-Ibu kampung
    Sepeda kami, karena tidak akan ada lagi sepeda pengganti ketika sepeda adik kos saya rewel tidak mau diajak kuliah dipagi hari.
    Maka setelah malam itu tidak ada lagi teriakan, “Mbak Ai, pinjem sepedanya ya?”, karena tidak ada lagi sahabat saya yaitu sepeda kami 

    Rabu, 19 Januari 2011

    Dear Pak Maling Sepeda,

    Terimakasih telah memilih sahabatku malam itu.
    Mungkin malam itu engkau melihat sahabatku tampak sudah tidak bahagia bersamaku.
    Jagalah ia, melebihi aku menjaganya
    Rawatlah ia melebihi aku merawatnya
    Jika engkau tidak bisa menjaga dan merawat melebihiku, semoga ia akan mendapatkan seseorang yang akan bisa menjaga dan merawatnya melebihi siapapun.
    Mungkin engkau melihatnya hanya seonggok besi, tapi jangan sekali-kali engkau meremehkannya, karena seonggok besi itulah aku bisa merasakan sebuah aktifitas yang sakral, sebuah aktifitas yang tidak semua orang di bumi ini bisa merasakan.
    Aktifitas sakral penuh kebaikan. Kebaikan untuk mengenal saudara-saudaraku yang sebelumnya belum sempat aku kenal
    Kebaikan untuk lebih menghargai waktu
    Kebaikan untuk lebih menghargai udara
    Kebaikan untuk lebih menghargai jasad yang menopang ruh
    Dan kebaikan untuk menghargai bernama kesederhanaan
    Tolong juga sampaikan pada sahabatku
    Terimakasih telah mau dan setia menjadi sahabatku,
    Terimakasih telah mau mengajariku banyak hal
    Dan mohon maaf karena banyak haknya yang tidak aku penuhi dengan baik
    Semoga ia bahagia disana, dan kalau memang ia tidak bahagia, aku masih sangat rindu untuk bersamanya kembali.

    Setelah malam disaat sahabatku diambil dengan paksa
    Kamis 20 Januari 2011 sekitar pukul 01.30

    Selasa, 18 Januari 2011

    Ibu Sang Penyelamat Bumi

    Menjadi perempuan adalah sebuah anugerah, karena Tuhan menitipkan sebagian keberlangsungan kehidupan ini melalui rahim seorang perempuan yang kemudian disebut Ibu. Menjadi seorang Ibu tidaklah harus melahirkan seorang bayi dari rahimnya, tetapi harus melahirkan ekspresi kasih sayang dan tanggung jawab untuk keberlangsungan kehidupan generasi mendatang di muka bumi ini.

    Sudah menjadi fitrahnya jika menyandang predikat Ibu maka akan ada sifat-sifat mendasar dan mutlak yang menyertainya, kemudian membentuk apa yang disebut dengan naluri. Seperti sifat penyayang, pelindung, pemberi, pendidik dan berbagai sifat kebaikan yang tidak bisa dibandingkan dengan kebaikan manapun di muka bumi ini.

    Salah satu sifat yang sangat menonjol dari seorang Ibu adalah sifat pelindung. Seorang Ibu akan melindungi anaknya dari berbagai ancaman yang bisa mengancam keselamatannya, tak terkecuali ancaman dari rusaknya bumi, yang akan berpengaruh langsung terhadap keberlangsungan generasi mendatang. Karena Ibu yang baik, adalah Ibu yang faham dan tahu betul dengan apa dan siapa anaknya akan berbagi di bumi yang hanya satu ini. Sehingga dalam setiap tindakannya, Ibu akan sangat bijak dan adil untuk ikut memikirkan keberlangsungan penghuni lain di muka bumi. Selain karena Ibu adalah pemeran utama dan pertama penyampai nilai-nilai kepada anak, dan tentunya juga, Ibu adalah pengelola keluarga yang bersentuhan langsung dengan masalah lingkungan, yang tak lain sebagian penyebab dari rusaknya bumi ini adalah bersumber dari lingkungan domestik yaitu keluarga.

    Lalu apakah memang seperti itukah Ibu kita atau saya dan anda yang telah menjadi atau akan menjadi Ibu?. Dulu Ibu-ibu kita selalu mengajak anak-anaknya untuk terlibat langsung dan bertanggung jawab dengan keasrian pekarangan. Walaupun mungkin hanya meminta anak-anaknya menyiram tanaman setiap pagi dan sore. Setelah dewasa kita baru memahami bahwa tanaman yang ditanam Ibu dipekaranganlah, yang membuat udara menjadi segar dan bersih, air yang meresap kedalam tanah menjadi maksimal. Tanah menjadi kuat dan tidak mudah longsor karena ada akar tanaman yang menahannya, lingkungan menjadi indah dan tentunya mengurangi ketergantungan keluarga terhadap mesin pendingin seperti AC atau kipas angin yang menyerap energi listrik.

    Ibu juga mengajarkan bagaimana mengelola sampah, walaupun mungkin Ibu dulu tidak mengenal istilah sampah organik dan anorganik, tapi beliau tahu kalau sampah seperti plastik tidak akan dapat terurai secepat daun atau ranting yang mengotori pekarangan. Makanya beliau selalu memisahkan antara sampah yang harus dibakar, dikubur yang kemudian menjadi humus, atau diloak yang kemudian menjadi uang. Kebiasaan memisahkan sampah organik dan anorganik yang Ibu lakukan, ternyata memberikan pengaruh terhadap sifat sampah yang berpotensi menjadi lawan akhirnya bisa menjadi kawan. Menjadi kawan yang menghasilakan manfaat, seperti sampah plastik makanan instan, yang disulap menjadi tas cantik yang bernilai tinggi. Belum lagi botol-botol bekas yang bermetamorfosa menjadi souvenir atau menjadi bahan bangunan tembok rumah yang memiliki estetika dan ramah lingkungan.


    Setiap anak-anaknya mau bermain dan menghabiskan air di kamar mandi, Ibu selalu berujar bahwa air juga perlu dihemat, meskipun air gratis diberikan Tuhan seperti oksigen dan sinar matahari. Ternyata Ibu benar pada kenyataannya 97,5 % air di bumi adalah air laut dan air payau yang tidak dapat diminum. Sisanya 2,5% adalah air tawar. Dari sisa 2,5% tersebut yang merupakan sumber air yang dapat dipakai manusia hanyalah 0.003% saja, karena sebagian besar air tawar di bumi tersimpan dalam bentuk es dan gletser atau endapan salju.
    Sebelum berangkat sekolah, Ibu selalu menyelipkan sapu tangan di saku atau tas. Tujuannya agar anak-anaknya bisa mengusap keringat, ingus atau hanya sekedar untuk mengeringkan tangan setelah cuci tangan. Memang tidak praktis, ribet dan mungkin kurang higienis tapi tidak mengancam ekosistem hutan yang ada di dunia. Berbeda dengan tisu yang dijaman modern ini hampir seluruh keluarga di bumi sangat tergantung pada benda satu ini. Seperti yang ditulis dalam majalah Tissue World yang dilansir pada bulan Juli-Juli 2010, bahwa dalam pembuatan 3.2 ton tisu perlu menebang pohon sebanyak 54 juta batang pohon. Dimana setiap roll tisu, dalam proses pembuatannya membutuhkan sebanyak 37 galon atau setara dengan 140 liter air. Hitung-hitungan secara sederhana dalam konteks keluarga Indonesia adalah jika jumlah penduduk Indonesia 200 juta orang dan setiap satu harinya satu orang menggunakan setengah gulung kertas tisu. Artinya penggunaan kertas tisu bisa mencapai 100 juta gulung tisu per hari, berarti per bulan nya pemakaian tisu di indonesia mencapai tiga milyar gulung. Bila berat kertas tisu itu satu gulung mencapai seperempat kilogram, maka tiga milyar dihasilkan angka kira-kira 750.000.000 kilogram setara dengan 750.000 ton. Bila untuk menghasilkan 1 ton pulp diperlukan 5 meter kubik kayu bulat, dengan asumsi kayu bulat 120 meter kubik per hektar (diameter 10 up) maka sudah bisa ditebak penggunaan hutan untuk urusan kebersihan mencapai ratusan ribu hektar setiap bulannya.

    Ibu pula yang selalu membonceng anak-anaknya dengan sepeda angin untuk berkeliling kampung, mengantarkan kesekolah atau membeli kebutuhan pokok di pasar. Ibu pulalah yang menyemangati dan membangkitkan semangat ketika anak-anaknyanya jatuh dari sepeda angin, pada saat awal-awal belajar sepeda. Kaki berdarah, bibir jontor atau tangan tergores, rasanya tidak menjadi masalah karena Ibu selalu menyemangati bahwa sepeda angin inilah yang nanti akan mengantarkan kita kesekolah. Ternyata sepeda angin ini juga bisa mewujudkan udara yang bebas polusi, tidak seperti mesin bermotor yang rakus bahan bakar fosil, membuat udara kotor karena muntahan gas karbon dioksida dari knalpotnya dan boros tempat yang membuat jalanan macet dan tidak nyaman lagi.

    Ibu mungkin melakukan hal-hal sederhana, yang secara tidak langsung mengajarkan dan memberikan contoh kepada anak-anaknya. Tapi dari yang sederhana itu ternyata sangat berarti besar bagi bumi. Bumi yang hanya satu dan Ibu lah salah satu yang menyelamatkannya, karena Ibu sang penyelamat Bumi. Selamat hari Ibu 

    Berebut Jalan




    Pagi lagi dan aku harus memulai lagi, berebut jalan dengan para eksekutif muda yang duduk manis dengan mobil idamannya, lama-lama aku melihatnya seperti kecoa yang berebut makanan dengan semut-semut yang jumlah populasinya sudah tidak terkendali.

    Aku tidak mau kalah dengan angkot hijau seperti kura-kura yang berisi wajah putus asa pelan semakin pelan seperti kura-kura

    Aku berebut dengan motor yang sudah tampak seperti semut yang semakin menggila merajai jalanan, semut dengan kecepatan berlari seperti cheetah dengan teknik menerobos seperti kancil yang cerdik dan terkadang licik.

    Aku terjepit diantara kecoa, kura-kura dan semut
    Aku tidak akan mengeluarkan pistol seperti Niko penembak busway
    Tapi Aku akan berdiri dan berteriak untuk memanggil “Nirmalaaaaaaaaaaaaaaaaaaa…..”
    “boleh aku pinjam tongkat ajaibmu Nirmala dari negeri dongeng?”
    Aku akan dengan syahdu merapal mantra sembari membawa tongkat ajaib Nirmala, “Berubahlah kalian kecoa, semut dan kura-kura yang berisik dan berasap!!, berubahlah menjadi sepeda yang tenang dan tidak berasap, berubahlah menjadi angkutan kota yang nyaman dan manusiawi”

    Beri saya jalan, sepeda dan buku
    Maka saya tidak akan menginginkan yang lain ^^

    Catatan Perjalaanan Backpacker Gadungan Jilid II


    >>Wine dan Ka’bah
    Sepanjang perjalanan menikmati setip sudut pulau ini, banyak fenomena yang bisa saya abadikan melalui photography memory saya, mulai dari sosiograafi penduduk trawangan yang secara opini sederhana saya menyebutnya seperti fenomena wine dan ka’bah. Fenomena yang saya jarang menemuinya. Hampir seluruh penduduk Trawangan menggantungkaan dirinya pada sektor pariwisata, mulai dari elemen terkecil sampai konglomerasi pariwisata. Mulai dari penjual sate sampai penjual wine dan ganja (yang ganja konon katanya sih).
    Dibelakang, dimasjid Kampung Nurul hidayah terdengar suara anak-anak kecil menghafal Juzz Amma, kurang lebih 200 meter didepan terdengar musik reggae menemani para tamu pembawa devisa negara, menghabiskan berbotol-botol wine atau minuman keras merk lokal semacam bir bintang dengan pacar atau temaan non muhrimnya, yang saya herankan selama saya menyusuri jalan-jalan protokol, katakan ekstrimnya red light nya trawangan, saya tidak menemukan satu anak kecilpun berseliweran di jam primetime. Padahal secara jaraknya cuma kurang lebih 200 meter dari pusat peradaban muslim di Traawangan. Sebuah fenomena paradoks yang unik.

    >>Bugis= Madura
    Suku Pribumi Trawangan bukanlah Sasak sebagai suku asli Lombok (NTB) tetapi Bugis. Sebuah suku yang kalau pelajaran geografi Indonesia mengatakan berasal dari sebuah pulau bernama Sulawesi. Suku Bugis terkenal karena keberaniannya dan keuletaannya sebagi saudagar, terlepas dari stereotype negatifnya. Maka tidak mengherankan kalau mendengar cerita dari penduduk lokal. Dulu kala Trawangan masih belum berpenghuni, suku Sasak tidak mau menempati, maka suku Bugislah yang membuka jalan, dan tidak mengherankan kalau sekarang mereka menjadi tuan-tuan tanah yang plangnya saja pakai bahasa inggiris “Land for sale” bukan “Tanah dijual tanpa perantara” seperti di Jawa, karena mereka tau orang Pribumi tidak akan sanggup membeli resort yang saya sendiri cuma bisa mengira-ngira harga permeternya. Tapi saya senang jika mendengar pemilik resort-resort mewah itu adalah suku Bugis milik Abah Haji X yang konco pleknya JK daripada saya mendengar bahwa pemiliknya adalah MR atau Mrs X dari Belanda, New Zealand, Swiss atau Negara lain. Bagaimanapun kita harus menjadi tuan di negeri sendiri. Meskipun bisa jadi Abah Haji ke Mekahnya mungkin karena Wine, Heineken atau topi miring… Wa’allahu’alam bissowab
    Sekarang trawangan setidaknyaa sebagai sebuah pulau Internasional, yang multikultur dengan penghuni tetapnya terdiri dari Suku Bugis, Sasak (Lombok), Bali dan Suku Jawa. Dengan penduduk tidak tetapnya yaitu tamu asing lintas benua. Mereka hidup rukun, sambil bersimbiosis mutualisme, karena inilah Trawangan terkenal keamanannya. Selain mereka menjual eksotisme alam, yang tak kalah penting mereka juga menjual keamanaan, sebuah produk mutlak bagi bisnis pariwisata. Tapi tidak tau lagi kalau saudara kembar suku Bugis yaitu suku Madura juga ikut menjadi penghuni tetap. Saya tidak menemui suku ini selama saya tinggal dua hari di Trawangan, Konon katanya memang tidak ada. Secara fisik suku Madura memang tidak ada, tetapi secara non fisik mereka ada, saya melihat ada beberapa kesamaan antara suku Madura dengan Bugis. Selain fisik, juga semangat merantau, semangat bekerja, cara berpakaian, kesederhanaan yang khas, meskipun berbagai pengaruh barat sudah masuk dan duit bertumpuk-tumpuk tapi mereka tetap sederhana dan apa adanya. Dan satu lagi kurang pandai merawat fasilitas umum maupun pribadi ^^ *sekedar opini pliss jangan tersinggung yang termasuk dua suku ini…..

    >>Eating, Snorkeling, Diving dan Sun bathing…

    Jangan terlalu risau kalau masalah makanan, di Trawangan relatif terjamin kehalalannya dibandingkaan Bali. Mayoritas penduduk Trawangan muslim, jadi mereka masih mematuhi norma-norma agama dalam hal makanan. Menurut saya yang spesial dan menjadi favorit penduduk pribumi adalah sayur nangka, heran kalau siang kebanyakan sajian wajib warteg-warteg disana adalah sayur nangka. Dengan menu sayur nangka, telur bumbu bali, dadar jagung, krupuk dan es teh botol “merk apapun makananya minumnya teh..” untuk 2 porsi kita hanya mengeluarkan kocek 26 ribu. Sedikit mahal dibandingkan Surabaya, tapi tak mengapa daripada masak mie rebus pakai trangia *pikir backpacker gadungaan seperti kami ^^. Kalau malam hari banyak pilihaan mulai dari sate, mie ayam, nasi goreng, tempe penyet, ayam panggang semua ada dan tentunya disuka para tamu bule, anda bisa menemui makanaan-makanan nusantara sedap berselera ini di pasar malam central yang letaknya pas didepan dermaga. Harganya masih masuk akal, untuk nasi goreng masih diharga 10 ribu.
    Kalau malas bersepedaa keliling pulau pada sore hari, saat yang tepat untuk snorkeling, dengan modal 35ribu untuk low season anda bisa meminjam peralatan snorkeling. Kalau takut berenang saat pagi disaat air laut surut anda bisa menikmaati biota laut seperti bintang laut (bentuknyaa menyerupai, tapi saya tidak tau nama tepatnya), keluarga siput laut, ikan-ikan kecil, kerang laut dsb. Penjaja persewaan snorkeling ini juga seperti bike rental ada dimana-mana sepanjang jalan protokol. Anda tinggal memilih spot snorkeling sesuai keinginan anda, mulai dari yang rame sampai yang sepi.
    Diving atau menyelam, olahraga mahal yang butuh keahlian khusus. Saya sempet tanya tarif diving di villa ombak dive sekitar 700rb/pax. Kenapa masih mahal, selain karena perlengkapannya yang sedikit rumit dibandingkan snorkeling, diving juga takes times, butuh latihan dasar teknik menyelam dikolam renang sebelum bener-bener menyelam dilaut lepas, ditambah lagi anda harus menyewa boat untuk sampai di spot terbaik taman laut, tentunya melalui pengawasan dari instruktur. Untuk diving ini saya belum mendapat tawaran GRATIS...hehehehe masih sebatas melihat dan mengamaati aktivitas ini.
    Matahaari yang sangat terik mencapi 34 derajat sangat ampuh untuk membuat kulit berubah warna, tak mengherankan kalau sepanjang pantai, mata anda akan disuguhi para pemilik kulit merah dan putih mandi matahari, untuk aktivitas satu ini saya yakin jarang orang Indonesia yang mau melakukannya.
    Telur Asin dan Terasi Abah Hasan atau Senaru yang membosankan?!
    Mendengar kata Senaru (kaki gunung Rinjani) yang terbayang diotakku adalah keindahan Ranu Pani, dua hal yang sebenarnya tidak patut untuk diperbandingkan. Siang itu hari kedua di Gili Trawangan, kami memutuskan untuk melepas semua atribut Backbacker gadungan kami. Dengan ditemani Pak Jalal sebagai driver, kami berpura-pura menjadi turis lokal yang punya duit. Menyewa APV dengan tariff 350 ribu untuk setengah hari dengan rute




    TIPS kedua Backpcker gadungan

    Sampai di padang Bai, ada 2 alterntif yang bisa anda pilih yaitu kapal feri menuju lembar, yang membutuhkan waktu 4-5 jam untuk sampaai di lembar Mataram. Tarifnya per pax lebih murah yaitu sekitar 30rb. Bagi yang memiliki waktu dan pingin mengeksplor penduduk lokal sangat cocok menggunakaan feri ini. Feri ini beropersi 24 jam, jadi jangan kuatir kalau ketinggalan feri. Alternaatif berikutnya adalah fast boat yang langsung ke trawangan, untuk yang tidak memiliki waktu banyak sangat cocok menggunkan fast boat ini. Ada banyaak fast boaat disana, rata-rata tarifnya 400-600rb per pax sekali jalan. Jarak tempuh yang dibutuhkaan hanya 1,5 jam dan langsung menuju trawngan. Harga yang mahal baagi backpacker, tapi sangat nyaman dan senssional ^^

    Kalau memang berniat menginap di Padang bai, ada banyaak penginapaan disanaa rata-rataa tarifnya 100rban, kalau mau masuk-masuk gang yang didepan dermaga lebih banyak pilihan. Untuk makanan juga mudah, ada serba penyetan didepaan hotel Madya, yang jualan orang Lamongan, atau nasi goreng bakso yang jualan orang Surabaaya.
    Ketika meminjam sepeda di Trawangan jangan meminjam di hotel atau resort mewah, biasanya mereka tidak bisa ditawar. Padahal dari segi kualitas dan pilihan sepeda juga biasa saja. Mendingan masuk ke perkampungan, biasanya mereka bisa ditawar.
    Penginapan ditrawangan juga banyak pilihaan, kalau di sepanjang redlight atau jalan protokol memang mahaal dan berbentuk resort-resort dengaan fasilitas hotel berbintang. Kalau backpackeran mending masuk gang-gang kecil diperkampungaan. kalau punya kenalan bisa menumpang, atau lebih murah laagi bisa bikin camp didepan pantai, didepan gardu PLN kayaaknya sepi tuh…

    Tidak banyak yang bisa dilaakukaan pd malm haari, kalau and sukaa nongkrong dengan bule, ada banyak pilihan bule dan tempat nongkrong, mulai dari eropa sampaai amerika latin, mulai dari muda sampai opa. Atau kalau males bisa bersepeda saja di jalan protokol disitu anda akan menemukan kehidupaan malam trawangan, mulai dari bioskop mini yang penontonnya bisa tidu-tiduran. Restoran seafood, atau mau nongkrong di rental buku, yang koleksinya sebagian besar adalah bahasa Inggris.
    Saat sunrise adalah saat terbaik menikmati pemandangan dan sepinya trawangan. Selain bule-bule masih tidur trawangan juga maasih belum terlalu panas. Menyusuri pantai dengan berjalan kaki, atu sekedar leyeh-leyeh dikursi malasnya hotel berbintaang adalah pilihan menarik sambil mencari tamu bule yang sekiranyaa jomblo dan bisa diajak berdiskusi…hehehe seperti Benoai…
    Tetap selalu berpikiraan postif, tunjukkan sikap ramah anda…ingat anda adalah tamu jadi anda yang harus menghormati tuan rumah kalau memang mau dihormaati..
    Selamat berpetualang dan mensyukuri keindahan ciptanNya….^^

    Gang kecil pojok kamarku 14 Nopember 2010….

    Rabu, 12 Januari 2011

    Catatan Perjalaanan Backpacker Gadungan Jilid I

    >>>Antara calo dan backpacker Gadungan

    Ini adalah sebuah perjalanan nekat yang bekal semangatnya lebih besar dibandingkan uang dan informasi. Karena kami yakin kenekatan yang dibarengi dengan niat yang baik sudah cukup menjadi bekal yang akan mempermudah setiap langkah.
    Memulai dari Surabaya menuju destinasi pertama yaitu Gili Trawangan, sebuah pulau kecil di Lombok Utara yang kecantikannya harum semerbak sampai mancanegara. Sengaja kami memilih Gili Trawangan, bukan Gili meno ataau Gili Air adalah karena kami menganggap Trawangan adalah icon dari pariwisata Lombok, selain karena testimoni keindahan pulau ini yang sudah overload masuk kedalaam memori kami.
    Mengambil rute pesawat Sub-dps, yang tak sengaja ada promo super duper gila 140rb/pax pulang-pergi. Kalaupun langsung mengambil rute sub-ami-sub salama ini yang saya tau Lion paling murah obral tiketnya masih kisaran 290rban. Selain itu juga ada alasan untuk jalan-jalan di Bali.
    Sesampai di Bandara Ngurah Rai (pukul 17.30 wita), kami harus mencari angkutan menuju Ubung (terminal di Bali), dari Ubung ada angkutaan menuju Padang Bai (Pelabuhan penghubung Bali-Lombok). Setelah cincai-cincai akhirnya dapat mobil carteran dari bandara Ngurah Rai-menuju Ubung mampir ke Kuta untuk ngedrop teman kami yang mau berbulan madu. Deal 100 ribu, harga yang kalau dihitung secara matematis dengan jarak Bandara-Ubung 20km plus kondisi malam hari yang macet dan bali yang minim angkutan umum maka harga itu lumayan murah. Dengan dikemudikn Bli Wayaan asli Sanur yang ramah dan takut kalo dibilaang crewet oleh customer sampailah kami di Ubung pukul 19.30 wita.
    Clingak-clinguk khas backpacker gadungan seperti kami ternyataa mengundang para calo tiket Ubung-Mataram. Mulai dari eksposure, intervensi sampai pembuktian fakta bahwa pukul 19.30 wita memang sudah tidak ada bus menuju Padang Bai. Menurut calo yang asli Blitar dengan gaya khas calo yang mekso satu-satunya bus yang ke padaang bai adalah bus patas menuju Mataram yang dibandrol 150rb/pax atau kami naik taxi 200rb. Karena dari awal kami menasbihkan sebagai backpacker (walau gadungan) angka 150rb itu sangat mahal, karena dari mataram kami harus berburu angkutan dan merogoh kocek lagi untuk bisa sampai ke Gili Trawangan.
    Menikmati kursi ruang tunggu Ubung adalah langkah smart sebelum kami memutuskaan mau pakai taxi atau bus. Mengganjal perut dengan roti moka sembari melihat-lihat suasana sekitar tampaknya ampuh untuk menyusun strategi. Biarkan calo terus ngoceh dan kami tetap menikmayi roti moka bekal dari bunda lucy. Setelah calo lengah dengan langkah seribu backpacker gadungan, saya menyelinap keluar terminal untuk keluar mencari taxi tanpa bantuan si calo (saya selalu suudzon kalo mendengar istilah calo). Senyum mengembang, seluruh aura positif dan inner beauty saya keluarkan akhirnya bertemulah dengan bli wayan (semua orang yang berpfrofesi sebagaai driver ramah di Bali mempunyai panggilan Wayan*menyesatkan..). 150 rb untuk taxi Ubung-Padang Bai plus cerita seru dan sikap Ramah Bli Wayan yang berprofesi menjadi supir taxi sudah 13 tahun adalah harga yang murah, meski harus main kucing-kucingan sama calo. Ubung-Padang bai berjaraak 60 km dengan melewati 2 Kabupaten yaitu karang asem dan Klungkung, ditempuh dengan jarak 1.5 jam dalam kondisi jalanan normal. Karena perjaalanan malam maka yang kami raskan hanyalah sepinya daerah pinggiran Bali, truk-truk besar yang sering lalu Lalang. Cara ampuh untuk mengusir kebosanan dan tetap menikmati perjalanan adalah membuka obrolan dengan driver taxi dan lebih asyik lagi kalo ia penduduk lokal maka akan banyak info baru yang bisa kita dapatkan entah tentang keluarga, tradisi budaya sampai masalah sosial ekonomi dan percaturaan politik dinegeri ini. Jadi satu lagi syaarat menjadi backpacker (gadungan), yaitu harus pintar dan berwawasan, untung saya kuliah di komuniksi bukan di BSI (hahaahhhahah…).


    *Tersangka backpacker gadungan

    TIPS Pertamaa Backpacker Gadungan:
    a. Setelah memutuskan menjadi backpacker (gadungan) hal yang pertama dilakukan adalah mencari informasi sebanyak mungkin tentang destinasi terkiait transportasi umum (jarak tempuh, tarif dan jam keberngkatan) selain juga terkait penginapan, makanan daan sosiografi masyarakat lokal. Bagimanapun juga informasi dasar ini sangatlah membantu untuk menjadi refrensi saaat kita mengaambil keputusan nantinya. Informasi ini bisa didapat melalui surfing di internet,bertanya pada orang yang sudah berpengalaman dsb.
    b. Jangan ragu untuk mengumumkaan atau sekedar menginfokan kepada sanak saudara, rekan maupun kolega terkait rencana perjalanan anda, karena siapa tau dengan mereka mengetahui rencana perjalanan kita, mereka akan memberikan info, referensi ataupun nomor kontak orang-orang yang akan memudahkan diperjalanan nantinya.
    c. Jangan gegabah mengambil keputusan, kalkulasi dan analisa setiap pilihan yang ada selama masih ada waktu untuk berpikir. Jangan mau kalah sama calo, jangan terpikat dengan bujuk rayu mereka, selalu ingat bahwa kita yang berkuasa atas diri kita, kalaupun ditinggal oleh bus tidak menjadi soal, yakin saja masih banyak kebaikan diluar sana yang akan memudahkan perjalanan kita. Untuk rute Ubung-Padang Bai ada 3 pilihaan kalau siang hari, yaitu bus yang ke ubung, bus jarak jauh yang menuju mataram atau taxi. Kisararan harganya kalau bus ke ubung 30-40 rb, kalau bus Mataram 100-150rb dan taxi 150rb.
    d. Perbanyak stok kesabaran, perasaan happy dan senyum ketulusan kepada siapa saja. Usahakan perut selalu dalam kondisi kenyang, bagaimanaapun juga sedikit banyak perut sangat mempengaruhi kestabilan emosi (mungkin berlaku buat saya saja belum tentu buat anda) Kalau aura positif kita selalu prima, InsyAlloh kemudahan dan kebaikan tak ragu-ragu mendatangi kita. Karena pikiraan postif, aura postif dan senyum positif serta apapun yang diawali kata positif merupakan cara hipnotis jitu untuk mengundang kebaikan orang lain.
    e. Buka obrolan dengan penduduk lokal baik sopir taksi atau siapapun yang memungkinkan untuk diajak ngobrol. Selain menambah informaasi dan wawasan, dengaan obrolan itu mereka merasa dihargai dan tentunya belajar menjadi pendengar yang baik.

    >>GILI CAT “Fast Forward to Island Time”
    Sampai di Padang Bai jam sudah menunjukkan pukul 21.00 wita, kalau di Surabaya kehidupan malam belum dimulai, Penjual nasi wader di Pucang aja masih siap-siap untuk buka, tapi di Padang Bai sudah sangat sepi, kalau jangkrik-jangkrik Bali punya speaker pasti yang terdengar cuman suara mereka. Untunglah kemudahaan berikutnya datang. Beliau adalah Pak de Totok, kakak ipar teman kantor partner backpacker saya. Beliau bekerja sebaagai Nahkoda Fast Boat Gili Cat yang trayeknya Padang Bai-Trawangan. Karena sudah janjian maka beliau menjemput kami didepan penginapan yang beliau rekomendasikan di Padang Bai yaitu penginapan Madya. Penginapan sederhana bertarif 80rb/malam. Sangat sepi, remang-remang dan saluran air kamar mandinya mampet. Tapi kami tidak boleh komplen dan tetap menikmati apa yang sudah kami dapatkan adalah rumus kami selama perjalanan, biar kemudahan akan selalu menyertai kami
    “Kok sambel pecelnya di ulek?” dialog pagi saya di depan penginapan bersama penjual pecel ketupat, yang dari tampilan pecelnya saja sudah tidak menarik. Tapi tak menjadi soal, intinya adalah kami butuh kesibukan untuk membunuh waktu dan menunggu jemputan pakde Totok yang janji mengantarkan kami ke dermaga dan menyelundupkaan kami di fast boat Gili Caat yang terkenal exclusive dan expansive. Skali lagi tampang clinga-clinguk backpacker gadungan mengundang calo dermaga bertanya pada kami dengaan tampang under estimate. “Mau kemana? sudah punya tiket belum.” Tanyanya sambil nongkrong diatas motor. “mau ke Lombok, sedang nunggu jemputan ini, mu naik fast boat”. Jawabanku disambut dengan senyuman aneh, tak mengapa senyuman aneh dan sikap meremehkan itu bisa di counter telak dengaan jawaban Pakde Totok yang mengataakan pada mereka kalau kami akan naik Gili Cat. Saya juga belum tau seperti apa perwujutan Gili Cat ini sampai para calo dermaga ini jadi ngepir dan tak berani meremehkan kami lagi ketika mendengar kami akan naik gili cat.
    Kami tak melihat satu penumpang pribumipun di Gili cat, yang pribumi cuma saya, partner saya dan awak kru Gili cat. On time dan pelayaanan Prima dengaan standart pengamanan yang bisa dipertanggung jawabkan adalaah ciri khas angkutan fast boat Gili cat yng ternyata ownernya adalah waarga Aussie dan USA. Berkapasitas 34 orang dengan 3 kru yaitu satu nahkoda dan 2 asisten. servis istimewa untuk kami para backpacker gadungan ini ternyata tak kalah dengan para tamu asing yang membayar tarif 600rb sekali jalan untuk bisa menikmati fast boat yang menempuh perjalanan 1,5 jam untuk saampai di Gili Trawangan dari Padang Bai.

    * Gili Cat siap merapat di dermaga Trawangan

    Setelah mendengar briefing Pakde Yanto asisten Kapten Bli Gede tentang penanganan standart terkait keselamtaan penumpaang seandaainya terjadi kecelakan saat perjaalaanan. Akhirnya kami memulai perjalanan diatas selat Lombok, Hembusan angin laut, goncangan ombak yang sangat bersahabat dan langit biru menawan membuat sempurna perjaalanan 1,5 jam diatas fast boaat gili Trawangan, plus bonus atraksi keluarga lumba-lumba khas selat Lombok, membuat saya tak henti berucaap syukur. Pakde yanto yang asli Blitar tapi berisitri orang ngawi juga berbagi banyak cerita tentang suka duka bekerja di laut, Beliau juga bercerita bagaimana kebijakaan manajemen Gili Cat sangat memperhatikan kesejahteraan karyawan. Rasa-rasanynya saya sudah mengenal mereka lama sekali, padahal baru beberapa jam yang lalu, orang-orang terbaik dengan kebikan terbaik. Satu lagi ilmu dan pengalaman yang didapat selama perjalanan menggunakaan Fast boat Gili Cat yang mempunyaai tagline “fast forward to Island time”.
    >>>Jus Mangga seharga 25 ribu
    Gili Cat meluncur dengan kecepatan 30-35 knot/jam menuju Teluk Kodek, sebuah teluk yang pantainya banyak dimanfaatkan untuk budidaya mutiara. Di teluk kodek inilah para penumpang yang mau ke Lombok diturunkan. Tak kurang dari 15 menit Gili Cat mampir disini lalu kemudiaan melanjutkaan perjalanan selama 15 menit untuk sampe di Trawangan. Pasir putih, Laut biru nan bening, teriak bocah-bocah suku sasak-bugis menyambut kedatangan kami di Trawangan. Panas trawaaangn mencapai angka 33,9 derajat, lebih adem sedikit dibandingkn kuta Bali yang mencapai 35 derajat. Maka sunblock, topi pantai dn kaca mata hitam lumayan jitu untuk bersembunyi dari Sang mentari.
    Kedatangan baackpcker gadungan di Gili Trawangan ternyata juga disambut oleh sahabat kami yang baru kali ini kami melihatnya, namanya Ayu, gadis Bali yng menghabiskan waktunyaa untuk bekerja sebagai kasir di Villa Ombak Dive. “hayo silakan cidomo sudaah menunggu” sambutannya kepada kami. “Wah bener-bener seperti tamu istimewa, sampai cidomo saja sudah dibookingkan” . Transit sebentar sambil nitip barang di Art shop Villa Ombak sebelum kami melanjutkan penjelajahan kami di pulau cantik ini. Panasnya Trawangan membuat kami tergiur untuk memesan jus termahal yang pernah kami minum yaitu jus di warung bule villa ombak, satu gelas kecil dibandrol 25ribu. Dasar backpacker gadungaan, nyeselnya minta ampun, rasanya tidak tega melihat satu lembar berwarna biru keluar dari dompet hanya untuk satu gelas jus mangga dan orange.
    >>Trawangn dan Isu Global Warming
    Selama kami di trawangaan penginapan sudah disiapkan, sebuah penginapaan yang pas bagi backpacker gadungan seperti kami, yaaitu sebuah kamar kos petak yang tarif perbulannyaa 400rb. Sangat sederhana tapi bagi kami sudah cukup nyamaan (yang penting Gratis), karena tempatnya juga cukup dekat dengan masjid Nurul Hidayah. Siang hari pertama di trawangn kami habiskn untuk berenang dipantai, bermain pasir, berburu laandscp dan bersepeda. Tidak usah ke Belanda untuk bisa melihat sepeda baagian dari budaya keseharian anak manusia, tapi cukup di Gili Trawangan. Jangan berharap bertemu dengan kendaraaan bermesin disana. Yang ada hanya sepeda angin berbagai tipe dan aliran kecuaali fixed gear dan tentunya cikar dokaar motor (baca cidomo). Jauh sebelum isu Globaal warming meramaikan agenda setting media-media di dunia, Trawangan sudah menerapkaan penyelamatan bumi dengan sepeda. Saya tidak tahu jelas baagaaimana ceritanya bisa seperti itu.
    Hanya dengan merogoh kocek 30-50 rb per hari anda bisa menyewa sepeda di bike rental yang banyak menjamur di trawangan. Tapi jangan berharap akan mendapatkan sepeda yang rantainya berlumuran oil atau pelumas rantai, karenaa kebanyakan sepeda disana tidak terurus dengn baik. Sampai saya bergumam untuk membuka bengkel sepeda dan toko sepeda disana, sebuah peluang bisnis yang tampaknya menjanjikaan ^^.
    Butuh waktu kurang lebih 2 jam untuk bisa menjelajahi pulau, dengaan jalanan yang kebanyakaan dipenuhi pasir dan teriknya mentari khas pantai. Sepanjang perjalanan kaan banyak sekali spot menarik, mulai dari pohon yang tumbang, tanah lapang kaplingan cukong, sapi, kambing yang dilepaskan bebas oleh pemiliknya, atau resort-resort mewah yang bertuliskan Private don’t entry. Salah satunya adalah resort mewah seluas 10 hektar milik warga New Zeland. Menurut Info penjaaganya resort ini tidak disewakan dan hanya memiliki 6 gubug yang juga difungsikan sebagai kamar. Resort ini hanya dipakai oleh kelurga pemiliknya, temaan dan koleganya yang tersebar di Thailand, Macau maupun Bali. Ahhh nambah lagi satu impianku yaitu memiliki resort pribadi semewah itu, maka saya akan mengundang anda yang telaah membaca catper ini ^^….
    BERSAMBUNG====