• aida: Oktober 2008

    Senin, 13 Oktober 2008

    Bermain dengan Alam dan Sepeda di Bukit Sekuti


    Ini bukan kali pertama aku ikut yang temen2ku di bike 2 work menyebutnya ajrut-ajrutan (baca: offroad). Setahun yang lalu dengan formasi orang yg berbeda dan rute yang sedikit lebih pendek aku memulai pengalaman pertamaku merasakan apa yang ada dalam ritual offroad. Memulai dengan tanjakan yang akan membuat dengkul gemeteran karena sudah tidak kuat mengayuh pedal. Meneruskannya dengan jalan setapak, berbatu, licin karena hujan atau dedaunan kering. Yang tak kalah lebih seru adalah menguras adrenalin dengan menuruni jalan setapak meluncur bebas dan berteriak.

    Pagi ini aku akan memulai lagi pengalaman tersebut bersama teman-teman dari bike to work Surabaya chapter. Berbekal semangat dan sepeda pinjeman, sudah tidak sabar rasanya. Setelah briefing dan berdoa, mulailah kami kayuh pedal kami untuk menaklukan tanjakan pertama, seperti biasa hanya Marshal yang bisa mengayuh sepedahnya sampai atas, dan kami hanya bisa menuntunnya dengan anggun.

    Satu tanjakan berhenti dan membahas apapun yg kami ingin bahas, sambil mengumpulkan kembali energi yg terkuras. Di seberang mataku menangkap hutan belantara dan kami sebentar lagi akan menuju kesana untuk melanjutkan petualangan.

    Jalanan dibibir hutan sangat ramah, meskipun jalan setapak tapi kami bisa mengayuh pedal kami tanpa kesulitan yang berarti. Semilir angin pegunugan yang segar, aroma hutan pinus yang semerbak menambah kenikmatan. Tetapi didepan jalanan terjal dengan tanjakan yang sangat tidak mungkin kami melewatinya dengan sepeda yang tetap dikayuh.

    Bebatuan sebesar kepalan tangan akan siap menjadi matras ketika jatuh dari tanjakan terjal tersebut. Mendingan menuntunnya, dan memang bukan perkara mudah karena tanjakan jalan setapak yang terjal tidak hanya satu atau dua, tapi 50 persen dari rute yang kami lewati adalah tanjakan setapak. Dengan bebatuan gunung yang menghiasi dikanan kiri, terkadang juga ada jurang meskipun tidak terlalu curam.

    Berjalan dengan membawa badanku saja sudah kesusahan apalagi ini dengan membawa sepeda. Dituntun, didorong, diangkat sepedahnya merupakan pemandangan yang biasa. Memanggul sepeda adalah hal yang tidak mungkin bagiku, selain karena berat juga jalanan yang sangat terjal. Sehingga teriakan “sudah nte taruh aja sepedanya, merupakan teriakan yang sering selama offroad” bukannya kami (baca: peserta cewek) meninggalkan sepeda kami begitu saja dan melenggang kangkung menunggu sepeda kami sampai diatas dengan selamat. Tapi kami juga harus membantu meringankan beban om yang berbaik hati memanggul sepeda kami tersebut.

    Lelah, capek, kesal akan terobati dengan menemukan track yang membuat kami bisa mengayuh sepedah kami. Jalan air bebatuan dengan ranting-ranting yang menjulur lebat merupakan salah satu upah kami setelah bersusah payah. Karena di track ini kami sangat mungkin mengayuh sepeda kami meskipun sesekali harus menundukkan kepala dan merasakan tulang seperti dikocok.Kenikmatan tersebut tidak bertahan lama karena pipa-pipa besar sangat tidak mungkin untuk dilewati ban sepeda dengan posisi dikayuh.

    Upah kami yang lainnya adalah ketika kami sampai di air terjun, melihat sepeda kami berada diantara bebatuan besar di aliran air terjun merupakan kesenangan tersendiri. Sembari mengagumi keagunganNya melalaui keindahan ciptaaNya.

    Perjalanan ternyata masih panjang, air terjun bukanlah pos terakhir kami. Masih ada satu bukit yang harus dilewati. Waktu menunjukan pukul 11.00, berarti sudah 5 jam kami bermain-main dengan alam dan sepeda kami. Persediaan air dalam bidon kami tinggal setetes, ditambah lagi perut sudah keroncongan, saatnya melewati perkampungan untuk mencari pengganjal perut.Es teh menggrojok kerongkongan kami, rasa nikmatnya sulit dibayangkan, belum lagi semangkuk bakso hangat yang nikmat ditambah gurauan dari para Om-om yang lucu-lucu. Membuat kelelahan itu sirna sesaat.


    “Oke sudah cukup istirahatnya kita lanjutkan main-mainnya di bukit sekuti” Om Anto sang Marshal memberikan komando. Banyak wajah terkejut mendengar komando itu. “Loh yang tadi kita naiki dan turuni itu bukan bukit Sekuti om?” Om Dedy spontan bertanya. Ternyata om Anto bukan bercanda jadi itu tadi masih tiga perempat perjalanan kami, inti dari perjalanan ini belum selesai yaitu menjajal track alam yang ditawarkan bukit Sekuti.

    Setelah beranjak dari warung kami sudah dihadapkan pada tanjakan beraspal, karena kekenayangan dan memang tanjakan ini terlalu susah ditaklukkan, menuntun sepeda adalah solusi cerdas. Dan memang benar setelah masuk ke area yang dinakaman Sekuti dengan melintasi air tenjunnya yang tampak bukan seperti air terjun, tujuh puluh persen tracknya adalah turunan jalan setapak yang diselumuti dedaunan kering khas musim kemarau. Dan ini adalah salah satu surganya pecinta downhill. Awalnya aku sangat menimati turunan yang jarak tempuhnya bisa satu kilometer. Dengan teknik dan skill seadanya aku sangat menikmati turunan ini. Jantung berdegup lebih kencang, adrenalin rasanya mencapai puncaknya. Berteriak sekencang-kencangnya sambil berdzikir bisa memompa nyali. Tapi bayangan jatuhku yang nyungsep seperti diawal-awal perjalanan menghantuiku.

    Disetiap tikungan curam aku akan selalu berhenti untuk menghindari jatuh. Meskipun teknikku sangat payah, tapi aku berhasil melewati titik rawan. Kecuali dititik tikungan yang terakhir, entah apanya yang salah yang aku inget aku menuruni track yang terakhir ini dengan was-was. Akhirnya apa yang aku khawatirkan terjadi.Bruuuk…. nyungseplah aku sebelum tikungan terakhir. Kaki dan tangan kananku sulit digerakkan. Untunglah kaki dan tanganku cuman luka memar.

    Bukan sakit ditubuhku yang mengahantuiku saat ini, tetapi tanjakan didepan mata yang harus aku selesaikan untuk menyelesaikan rute agar tiba di finis. Meskipun rute berikutnya adalah on road tetapi tetap turunan curam. Dengan berebekal sisa keberanian dan semangat yang terus mengalir dari peserta yang lain, aku menyelesaikan rute berikutnya yang full turunan dengan sangat hati-hati, sedikit trauma tapi tetap menikmati. Sesampai di finish lelah dan puaslah yang menghinggapi perasaanku dan aku yakin begitu juga dengan peserta yang lain, setelah 10 jam kami bermain-main dengan alam dan sepeda di bukit Sekuti.