• aida: Catatan Perjalaanan Backpacker Gadungan Jilid I

    Rabu, 12 Januari 2011

    Catatan Perjalaanan Backpacker Gadungan Jilid I

    >>>Antara calo dan backpacker Gadungan

    Ini adalah sebuah perjalanan nekat yang bekal semangatnya lebih besar dibandingkan uang dan informasi. Karena kami yakin kenekatan yang dibarengi dengan niat yang baik sudah cukup menjadi bekal yang akan mempermudah setiap langkah.
    Memulai dari Surabaya menuju destinasi pertama yaitu Gili Trawangan, sebuah pulau kecil di Lombok Utara yang kecantikannya harum semerbak sampai mancanegara. Sengaja kami memilih Gili Trawangan, bukan Gili meno ataau Gili Air adalah karena kami menganggap Trawangan adalah icon dari pariwisata Lombok, selain karena testimoni keindahan pulau ini yang sudah overload masuk kedalaam memori kami.
    Mengambil rute pesawat Sub-dps, yang tak sengaja ada promo super duper gila 140rb/pax pulang-pergi. Kalaupun langsung mengambil rute sub-ami-sub salama ini yang saya tau Lion paling murah obral tiketnya masih kisaran 290rban. Selain itu juga ada alasan untuk jalan-jalan di Bali.
    Sesampai di Bandara Ngurah Rai (pukul 17.30 wita), kami harus mencari angkutan menuju Ubung (terminal di Bali), dari Ubung ada angkutaan menuju Padang Bai (Pelabuhan penghubung Bali-Lombok). Setelah cincai-cincai akhirnya dapat mobil carteran dari bandara Ngurah Rai-menuju Ubung mampir ke Kuta untuk ngedrop teman kami yang mau berbulan madu. Deal 100 ribu, harga yang kalau dihitung secara matematis dengan jarak Bandara-Ubung 20km plus kondisi malam hari yang macet dan bali yang minim angkutan umum maka harga itu lumayan murah. Dengan dikemudikn Bli Wayaan asli Sanur yang ramah dan takut kalo dibilaang crewet oleh customer sampailah kami di Ubung pukul 19.30 wita.
    Clingak-clinguk khas backpacker gadungan seperti kami ternyataa mengundang para calo tiket Ubung-Mataram. Mulai dari eksposure, intervensi sampai pembuktian fakta bahwa pukul 19.30 wita memang sudah tidak ada bus menuju Padang Bai. Menurut calo yang asli Blitar dengan gaya khas calo yang mekso satu-satunya bus yang ke padaang bai adalah bus patas menuju Mataram yang dibandrol 150rb/pax atau kami naik taxi 200rb. Karena dari awal kami menasbihkan sebagai backpacker (walau gadungan) angka 150rb itu sangat mahal, karena dari mataram kami harus berburu angkutan dan merogoh kocek lagi untuk bisa sampai ke Gili Trawangan.
    Menikmati kursi ruang tunggu Ubung adalah langkah smart sebelum kami memutuskaan mau pakai taxi atau bus. Mengganjal perut dengan roti moka sembari melihat-lihat suasana sekitar tampaknya ampuh untuk menyusun strategi. Biarkan calo terus ngoceh dan kami tetap menikmayi roti moka bekal dari bunda lucy. Setelah calo lengah dengan langkah seribu backpacker gadungan, saya menyelinap keluar terminal untuk keluar mencari taxi tanpa bantuan si calo (saya selalu suudzon kalo mendengar istilah calo). Senyum mengembang, seluruh aura positif dan inner beauty saya keluarkan akhirnya bertemulah dengan bli wayan (semua orang yang berpfrofesi sebagaai driver ramah di Bali mempunyai panggilan Wayan*menyesatkan..). 150 rb untuk taxi Ubung-Padang Bai plus cerita seru dan sikap Ramah Bli Wayan yang berprofesi menjadi supir taxi sudah 13 tahun adalah harga yang murah, meski harus main kucing-kucingan sama calo. Ubung-Padang bai berjaraak 60 km dengan melewati 2 Kabupaten yaitu karang asem dan Klungkung, ditempuh dengan jarak 1.5 jam dalam kondisi jalanan normal. Karena perjaalanan malam maka yang kami raskan hanyalah sepinya daerah pinggiran Bali, truk-truk besar yang sering lalu Lalang. Cara ampuh untuk mengusir kebosanan dan tetap menikmati perjalanan adalah membuka obrolan dengan driver taxi dan lebih asyik lagi kalo ia penduduk lokal maka akan banyak info baru yang bisa kita dapatkan entah tentang keluarga, tradisi budaya sampai masalah sosial ekonomi dan percaturaan politik dinegeri ini. Jadi satu lagi syaarat menjadi backpacker (gadungan), yaitu harus pintar dan berwawasan, untung saya kuliah di komuniksi bukan di BSI (hahaahhhahah…).


    *Tersangka backpacker gadungan

    TIPS Pertamaa Backpacker Gadungan:
    a. Setelah memutuskan menjadi backpacker (gadungan) hal yang pertama dilakukan adalah mencari informasi sebanyak mungkin tentang destinasi terkiait transportasi umum (jarak tempuh, tarif dan jam keberngkatan) selain juga terkait penginapan, makanan daan sosiografi masyarakat lokal. Bagimanapun juga informasi dasar ini sangatlah membantu untuk menjadi refrensi saaat kita mengaambil keputusan nantinya. Informasi ini bisa didapat melalui surfing di internet,bertanya pada orang yang sudah berpengalaman dsb.
    b. Jangan ragu untuk mengumumkaan atau sekedar menginfokan kepada sanak saudara, rekan maupun kolega terkait rencana perjalanan anda, karena siapa tau dengan mereka mengetahui rencana perjalanan kita, mereka akan memberikan info, referensi ataupun nomor kontak orang-orang yang akan memudahkan diperjalanan nantinya.
    c. Jangan gegabah mengambil keputusan, kalkulasi dan analisa setiap pilihan yang ada selama masih ada waktu untuk berpikir. Jangan mau kalah sama calo, jangan terpikat dengan bujuk rayu mereka, selalu ingat bahwa kita yang berkuasa atas diri kita, kalaupun ditinggal oleh bus tidak menjadi soal, yakin saja masih banyak kebaikan diluar sana yang akan memudahkan perjalanan kita. Untuk rute Ubung-Padang Bai ada 3 pilihaan kalau siang hari, yaitu bus yang ke ubung, bus jarak jauh yang menuju mataram atau taxi. Kisararan harganya kalau bus ke ubung 30-40 rb, kalau bus Mataram 100-150rb dan taxi 150rb.
    d. Perbanyak stok kesabaran, perasaan happy dan senyum ketulusan kepada siapa saja. Usahakan perut selalu dalam kondisi kenyang, bagaimanaapun juga sedikit banyak perut sangat mempengaruhi kestabilan emosi (mungkin berlaku buat saya saja belum tentu buat anda) Kalau aura positif kita selalu prima, InsyAlloh kemudahan dan kebaikan tak ragu-ragu mendatangi kita. Karena pikiraan postif, aura postif dan senyum positif serta apapun yang diawali kata positif merupakan cara hipnotis jitu untuk mengundang kebaikan orang lain.
    e. Buka obrolan dengan penduduk lokal baik sopir taksi atau siapapun yang memungkinkan untuk diajak ngobrol. Selain menambah informaasi dan wawasan, dengaan obrolan itu mereka merasa dihargai dan tentunya belajar menjadi pendengar yang baik.

    >>GILI CAT “Fast Forward to Island Time”
    Sampai di Padang Bai jam sudah menunjukkan pukul 21.00 wita, kalau di Surabaya kehidupan malam belum dimulai, Penjual nasi wader di Pucang aja masih siap-siap untuk buka, tapi di Padang Bai sudah sangat sepi, kalau jangkrik-jangkrik Bali punya speaker pasti yang terdengar cuman suara mereka. Untunglah kemudahaan berikutnya datang. Beliau adalah Pak de Totok, kakak ipar teman kantor partner backpacker saya. Beliau bekerja sebaagai Nahkoda Fast Boat Gili Cat yang trayeknya Padang Bai-Trawangan. Karena sudah janjian maka beliau menjemput kami didepan penginapan yang beliau rekomendasikan di Padang Bai yaitu penginapan Madya. Penginapan sederhana bertarif 80rb/malam. Sangat sepi, remang-remang dan saluran air kamar mandinya mampet. Tapi kami tidak boleh komplen dan tetap menikmati apa yang sudah kami dapatkan adalah rumus kami selama perjalanan, biar kemudahan akan selalu menyertai kami
    “Kok sambel pecelnya di ulek?” dialog pagi saya di depan penginapan bersama penjual pecel ketupat, yang dari tampilan pecelnya saja sudah tidak menarik. Tapi tak menjadi soal, intinya adalah kami butuh kesibukan untuk membunuh waktu dan menunggu jemputan pakde Totok yang janji mengantarkan kami ke dermaga dan menyelundupkaan kami di fast boat Gili Caat yang terkenal exclusive dan expansive. Skali lagi tampang clinga-clinguk backpacker gadungan mengundang calo dermaga bertanya pada kami dengaan tampang under estimate. “Mau kemana? sudah punya tiket belum.” Tanyanya sambil nongkrong diatas motor. “mau ke Lombok, sedang nunggu jemputan ini, mu naik fast boat”. Jawabanku disambut dengan senyuman aneh, tak mengapa senyuman aneh dan sikap meremehkan itu bisa di counter telak dengaan jawaban Pakde Totok yang mengataakan pada mereka kalau kami akan naik Gili Cat. Saya juga belum tau seperti apa perwujutan Gili Cat ini sampai para calo dermaga ini jadi ngepir dan tak berani meremehkan kami lagi ketika mendengar kami akan naik gili cat.
    Kami tak melihat satu penumpang pribumipun di Gili cat, yang pribumi cuma saya, partner saya dan awak kru Gili cat. On time dan pelayaanan Prima dengaan standart pengamanan yang bisa dipertanggung jawabkan adalaah ciri khas angkutan fast boat Gili cat yng ternyata ownernya adalah waarga Aussie dan USA. Berkapasitas 34 orang dengan 3 kru yaitu satu nahkoda dan 2 asisten. servis istimewa untuk kami para backpacker gadungan ini ternyata tak kalah dengan para tamu asing yang membayar tarif 600rb sekali jalan untuk bisa menikmati fast boat yang menempuh perjalanan 1,5 jam untuk saampai di Gili Trawangan dari Padang Bai.

    * Gili Cat siap merapat di dermaga Trawangan

    Setelah mendengar briefing Pakde Yanto asisten Kapten Bli Gede tentang penanganan standart terkait keselamtaan penumpaang seandaainya terjadi kecelakan saat perjaalaanan. Akhirnya kami memulai perjalanan diatas selat Lombok, Hembusan angin laut, goncangan ombak yang sangat bersahabat dan langit biru menawan membuat sempurna perjaalanan 1,5 jam diatas fast boaat gili Trawangan, plus bonus atraksi keluarga lumba-lumba khas selat Lombok, membuat saya tak henti berucaap syukur. Pakde yanto yang asli Blitar tapi berisitri orang ngawi juga berbagi banyak cerita tentang suka duka bekerja di laut, Beliau juga bercerita bagaimana kebijakaan manajemen Gili Cat sangat memperhatikan kesejahteraan karyawan. Rasa-rasanynya saya sudah mengenal mereka lama sekali, padahal baru beberapa jam yang lalu, orang-orang terbaik dengan kebikan terbaik. Satu lagi ilmu dan pengalaman yang didapat selama perjalanan menggunakaan Fast boat Gili Cat yang mempunyaai tagline “fast forward to Island time”.
    >>>Jus Mangga seharga 25 ribu
    Gili Cat meluncur dengan kecepatan 30-35 knot/jam menuju Teluk Kodek, sebuah teluk yang pantainya banyak dimanfaatkan untuk budidaya mutiara. Di teluk kodek inilah para penumpang yang mau ke Lombok diturunkan. Tak kurang dari 15 menit Gili Cat mampir disini lalu kemudiaan melanjutkaan perjalanan selama 15 menit untuk sampe di Trawangan. Pasir putih, Laut biru nan bening, teriak bocah-bocah suku sasak-bugis menyambut kedatangan kami di Trawangan. Panas trawaaangn mencapai angka 33,9 derajat, lebih adem sedikit dibandingkn kuta Bali yang mencapai 35 derajat. Maka sunblock, topi pantai dn kaca mata hitam lumayan jitu untuk bersembunyi dari Sang mentari.
    Kedatangan baackpcker gadungan di Gili Trawangan ternyata juga disambut oleh sahabat kami yang baru kali ini kami melihatnya, namanya Ayu, gadis Bali yng menghabiskan waktunyaa untuk bekerja sebagai kasir di Villa Ombak Dive. “hayo silakan cidomo sudaah menunggu” sambutannya kepada kami. “Wah bener-bener seperti tamu istimewa, sampai cidomo saja sudah dibookingkan” . Transit sebentar sambil nitip barang di Art shop Villa Ombak sebelum kami melanjutkan penjelajahan kami di pulau cantik ini. Panasnya Trawangan membuat kami tergiur untuk memesan jus termahal yang pernah kami minum yaitu jus di warung bule villa ombak, satu gelas kecil dibandrol 25ribu. Dasar backpacker gadungaan, nyeselnya minta ampun, rasanya tidak tega melihat satu lembar berwarna biru keluar dari dompet hanya untuk satu gelas jus mangga dan orange.
    >>Trawangn dan Isu Global Warming
    Selama kami di trawangaan penginapan sudah disiapkan, sebuah penginapaan yang pas bagi backpacker gadungan seperti kami, yaaitu sebuah kamar kos petak yang tarif perbulannyaa 400rb. Sangat sederhana tapi bagi kami sudah cukup nyamaan (yang penting Gratis), karena tempatnya juga cukup dekat dengan masjid Nurul Hidayah. Siang hari pertama di trawangn kami habiskn untuk berenang dipantai, bermain pasir, berburu laandscp dan bersepeda. Tidak usah ke Belanda untuk bisa melihat sepeda baagian dari budaya keseharian anak manusia, tapi cukup di Gili Trawangan. Jangan berharap bertemu dengan kendaraaan bermesin disana. Yang ada hanya sepeda angin berbagai tipe dan aliran kecuaali fixed gear dan tentunya cikar dokaar motor (baca cidomo). Jauh sebelum isu Globaal warming meramaikan agenda setting media-media di dunia, Trawangan sudah menerapkaan penyelamatan bumi dengan sepeda. Saya tidak tahu jelas baagaaimana ceritanya bisa seperti itu.
    Hanya dengan merogoh kocek 30-50 rb per hari anda bisa menyewa sepeda di bike rental yang banyak menjamur di trawangan. Tapi jangan berharap akan mendapatkan sepeda yang rantainya berlumuran oil atau pelumas rantai, karenaa kebanyakan sepeda disana tidak terurus dengn baik. Sampai saya bergumam untuk membuka bengkel sepeda dan toko sepeda disana, sebuah peluang bisnis yang tampaknya menjanjikaan ^^.
    Butuh waktu kurang lebih 2 jam untuk bisa menjelajahi pulau, dengaan jalanan yang kebanyakaan dipenuhi pasir dan teriknya mentari khas pantai. Sepanjang perjalanan kaan banyak sekali spot menarik, mulai dari pohon yang tumbang, tanah lapang kaplingan cukong, sapi, kambing yang dilepaskan bebas oleh pemiliknya, atau resort-resort mewah yang bertuliskan Private don’t entry. Salah satunya adalah resort mewah seluas 10 hektar milik warga New Zeland. Menurut Info penjaaganya resort ini tidak disewakan dan hanya memiliki 6 gubug yang juga difungsikan sebagai kamar. Resort ini hanya dipakai oleh kelurga pemiliknya, temaan dan koleganya yang tersebar di Thailand, Macau maupun Bali. Ahhh nambah lagi satu impianku yaitu memiliki resort pribadi semewah itu, maka saya akan mengundang anda yang telaah membaca catper ini ^^….
    BERSAMBUNG====

    0 Komentar:

    Posting Komentar

    Berlangganan Posting Komentar [Atom]

    << Beranda